BANDA ACEH – KDN INDONESIA | Forum Jurnalis Ekonomi Aceh (JEA) baru-baru ini menggelar diskusi bertema “Masa Depan Pertambangan Aceh” di Banda Aceh, yang menghadirkan sejumlah narasumber ahli.
Diskusi yang digelar pada jum’at, 8/11/24, lalu itu, bertujuan untuk mengulas potensi besar serta tantangan sektor pertambangan di Aceh guna mewujudkan ekonomi berkelanjutan dan berkeadilan.
Sejumlah pembicara hadir, di antaranya Dr. Teuku Andika Rama Putra, Akademisi Teknik Pertambangan Universitas Syiah Kuala (USK); Said Faisal, Pelaksana Harian Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh; serta Muhammad Iqbal, Ketua Kadin Aceh.
Koordinator Forum Jurnalis Ekonomi Aceh, Andika Ichsan, menyampaikan bahwa diskusi ini merupakan bagian dari komitmen JEA dalam mendorong keadilan ekonomi di Aceh.
“Diskusi ini menjadi bagian dari upaya kami untuk terus memperjuangkan pemahaman yang lebih mendalam tentang potensi dan tantangan sektor pertambangan di Aceh,” katanya.
Aceh memiliki cadangan mineral logam hingga 5,582 miliar ton dan batu bara sebanyak 1,122 miliar ton, ditambah cadangan mineral non-logam sekitar 22 juta ton.
Potensi besar ini, menurut JEA, memerlukan pengelolaan yang bijaksana agar bisa memberikan dampak maksimal bagi masyarakat tanpa merusak lingkungan.
Said Faisal menyoroti bahwa sekitar 80 persen wilayah tengah Aceh merupakan kawasan hutan yang perlu dilestarikan. Dengan demikian, pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan menjadi keharusan.
“Aceh memiliki potensi mineral yang tersebar di wilayah barat dan selatan, namun wilayah tengahnya perlu dijaga kelestariannya,” jelas Said.
Sementara, Ketua Kadin Aceh, Muhammad Iqbal, menyoroti perlunya izin usaha pertambangan (IUP) yang selektif.
Ia mengkritisi sistem OSS yang memungkinkan izin diberikan hanya berdasarkan permohonan tanpa proses lelang. Menurutnya, hal ini membuka peluang bagi pihak yang tidak kompeten untuk menguasai izin tanpa kontribusi nyata bagi perekonomian lokal.
“Saat ini, dari 51 IUP di Aceh, hanya 27 perusahaan yang sudah berproduksi. Selebihnya baru tahap eksplorasi,” tegasnya.
Disisi lain, Dr. Teuku Andika Rama Putra menegaskan pentingnya peran sektor pertambangan dalam pengembangan pendidikan teknik.
Ia mengungkapkan bahwa perusahaan tambang seperti PT Mifa Bersaudara dan PT Bara Energi Lestari (BEL) berkontribusi dalam peningkatan fasilitas pendidikan di USK, salah satunya dengan membangun laboratorium perencanaan tambang berteknologi tinggi.
Selain membuka peluang magang dan prioritas tenaga kerja lokal, sektor tambang juga mendukung ekonomi daerah melalui perputaran ekonomi signifikan di Aceh Barat.
” Di PT Mifa, sekitar 70-80 persen dari 7.000 pekerja berasal dari Aceh Barat, dengan perputaran ekonomi mencapai Rp40 miliar per bulan,”demikian ungkapnya.
Diskusi ini menekankan pentingnya pengelolaan sumber daya alam Aceh yang mengedepankan keberlanjutan, bukan hanya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi tetapi juga untuk menjaga kelestarian lingkungan, sesuai dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) yang dicanangkan oleh PBB.
(Dedi Hzd)